SELAMAT DATANG DI BLOG BEM FISIP UNDIP. SILAKAN MENCARI INFORMASI YANG ANDA BUTUHKAN. KRITIK DAN SARAN DARI PENGUNJUNG SANGAT BERARTI BAGI PENGEMBANGAN BLOG INI. TERIMA KASIH.

Sabtu, 19 Maret 2011

“Ada Apa dengan PSSI dan Parpol”

Oleh Adhi Kurniawan

Berbagai media massa mulai dari media radio, televisi, surat kabar, hingga internet berlomba – lomba memberitakan tentang PSSI. Bukan lantaran prestasi ataupun penampilan ciamik yang ditampilkan Timnas Indonesia di Piala AFF lalu, melainkan pemberitaan tentang krisis yang tengah melanda PSSI (Organisasi Induk Sepak Bola Se-Indonesia). Tentunya masalah ini tidak mencuat manakala Nurdin Halid (Ketua PSSI saat ini-red) tidak mencalonkan dirinya kembali menjadi Ketua Umum PSSI untuk ke-3 kalinya.
Mari kita beranjak ke hal yang lebih serius. Untuk mendalami problematika PSSI sebenarnya sudah mirip dengan permasalahan Negara kita saat ini. NKRI tercetus oleh rakyat Indonesia melalui The Founding Father Soekarni-Hatta dengan berlandaskan “Demokrasi Pancasila”. Agaknya demokrasi mulai luntur disela-sela kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Bahkan pemilihan bakal calon Ketua Unmum PSSI-pun sudah lagi tidak ‘demokratis”.
Dalam bahasa sederhana tentu kita mengerti intisari dari demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.  Menurut seorang ahli Carol C. Gould (1990 : 104 – 113) pengertian demokrasi dalam arti luas. “Bahwa, demokrasi itu tidak semata – mata berkaitan dengan aspek politik, akan tetapi juga mencakup aspek ekonomi dan sosial”. Dari pengertian tersebut, aspek sosial juga termasuk dalam ranah demokrasi, begitupun sepak bola yang sudah menjadi kemaslahatan bagi seluruh Warga Negara Indonesia yang tidak bisa dipolitisir kelompok tertentu saja.
Pada proses pemilighan Ketua Umum. PSSI harusnya tetap memperhatikan etika demokrasi. Di lapangan sepak bola, demokrasi diejawantahkan dengan istilah “Fair Play”. Tetapi pada kenyataanya proses verifikasi bakal calon Ketum PSSI saja sudah ternodai oleh unsur kecurangan. Komite Pemilihan hanya meloloskan Nurdin Halid dan Nirwan Dermawan Bakrie (yang notabene pengurus lama PSSI). Sedangkan calon lainnya George Toisutta (Pangkostrad) dan Arifin Panigoro (Pengusaha) tak lolos karena diganjal Statua PSSI.
Kita sebagai orang awam memang kurang mengerti betul apa maksud dan isi yang ada di dalam “Statua PSSI”, yang katanya mengacu pada Statua FIFA (Induk Sepak Bola Sedunia).  Masyarakat hanya tahu Nurdin adalah seorang mantan Narapidana kasus korupsi bulog, impor gula, cengkeh dsb. Namun anehnya George dan Arifin tidak lolos sebab PSSI menanggap mereka aktif dalam organisasi sepak bola Indonesia yang tidak diakui oleh PSSI.  Sekedar info George Toisutta saat ini sebagai Dewan Pembina PS-AD (Tim Sepak Bola TNI-AD) dan Arifin Panigoro didapuk menjadi Dewan Konsorsium LPI (Kompetisi Sepak Bola Indonesia yang Independen, tanpa APBD).
Mengutip judul film Deddy Mizwar “Alangkah Lucunya Negeri Ini “. Agaknya pantas disematkan untuk PSSI.  Dalam proses verifikasi saja sudah ada sikap berpihak pada calon tertentu.  Padahal dalam tim verifikasi ada beberapa orang yang Ahli Bidang Hukum, akan tetapi entah mengapa pelanggar hukum seperti Nurdin Halid tetap diloloskan. Belum lagi Nirwan D. Bakrie pengusaha yang turut menyengsarakan warga Sidoarjo dengan Lumpur Lapindo-nya. Mengapa mereka dibiarkan saja????
Lambat laun pangkal permasalahan mulai terkuak, dibalik kisruh didalam tubuh PSSI ternyata akibat manuver Partai Politik tertentu.  Bagamanapun PSSI adalah lahan basah untuk mendapatkan sumber logistik bagi parpol. Mungkin prinsip parpol tersebut adalah “Biarpun tidak menguasai Lembaga Pemerintahan, PSSI-pun  taka pa – apa! Toh, dana Triliyunan Rupiah bias diperoleh dengan mudah dari hak siaran, sponsorship, saham klub Liga Super Indonesia (LSI), dan tiket pertandingan sepak bola”.
Pecinta sepak bola Tanah Air menduga parpol yang bercokol di PSSI saat ini adalah salah satu partai politik besar di Indonesia.  Merka seakan- akan tetap ngotot mempertahankan kekuasaan di PSSI.  Sejenak kita flashback ketika detik – detik menjelang Final Leg – I Piala AFF lalu.  Dimana seluruh rombongan Timnas (pemain, pelatih, manager, dan official) digiring oleh PSSI ke rumah salah satu petinggi parpol tertentu. Seyogyanya para pemain Timnas harus berlatih dan istirahat sebelum kick – off dimulai. Apalagi jika bukan karena ada agenda kepentingan parpol di PSSI????
Terlepas dari hal itu sebenarnya tersungkurnya prestasi sepak bola kita karena praktek korupsi APBD oleh klub-klub sepak bola Tanah Air turut menambah sederetan dosa – dosa Nurdin Halid dkk (PSSI – red).  Sebenarnya rakyat tidak tinggal diam, melalui Aliansi Suporter se- Indonesia mereka menjelma sebagai “Civil Society”.  Civil Society adalah “Alam kehidupan sosial yang terorganisir dengan ciri – ciri terbuka, sukarela, bergerak sendiri, mandiri atau berdikari, dan taat hukum”. (Lary Diamond, 1999 : 221). Mengapa disini saya menyebut Aliansi Suporter se- Indonesia yang berdemo sebagai Civil Society? Karena mereka berunjuk rasa di depan Kantor PSSI tergerak oleh hati nurani merka yang prihatin dan jenuh dengan iklim sepak bola Indonesia yang sudah tidak sehat.
Puncaknya bentrokan tanggal 1 Maret 2011 Pukul 15.30 WIB pecah di area sekitar Stadion Gelora Bung Karno, Snayan – Jakarta.  Aliansi Suporter melampiaskan buah kekecewaannya karna Nurdin Halid dan PSSI-nya tetap kekeuh untuk tidak mereformasi diri?!  Bahkan dalam sebuah pemberitaan disalah satu stasiun televisi Nurdin berkomentar, aksi unjuk rasa suporter di beberapa daerah yang ditujukan kepada dirinya  “Salah alamat, sebab Ia merasa dicalonkan oleh klub dan anggota pengurus daerah untuk kembali maju memimpin PSSI”, tuturnya.
Untuk itu alangkah eloknya jika PSSI mau membuka diri dan menerima masukkan positif dari pecinta sepak bola Indonesia untuk melakukan perubahan, seperti yang telah dilakukan Arifin Panigoro dkk. dengan LPI-nya. LPI (Liga Primer Indonesia) menggelar kompetisi sepak bola yang kompetitif, fairplaydan tanpa memungut uang rakyat (APBD). Marilah kita do’akan semoga parpol yang ingin mengeksploitasi PSSI untuk segera hengkang. Agar tidak ada politisasi di ranah sepak bola Tanah Air.
Insya Allah cita – cita seluruh masyarakat pecinta sepak bola di Indonesia yang ingin melihat Timnas kebanggaannya tampil di Piala Dunia bukan sekedar mimpi belaka.

Terima kasih. Jayalah Negeriku!
Bravo Sepak Bola Indonesia! Merdeka !!!!

*) Penulis adalah seorang Mahasiswa D III Public Relations FISIP-Undip, angkatan 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar