SELAMAT DATANG DI BLOG BEM FISIP UNDIP. SILAKAN MENCARI INFORMASI YANG ANDA BUTUHKAN. KRITIK DAN SARAN DARI PENGUNJUNG SANGAT BERARTI BAGI PENGEMBANGAN BLOG INI. TERIMA KASIH.

Selasa, 03 Mei 2011

NII Merambah Perguruan Tinggi? Ada Apa Sebenarnya?

Pemberitaan seputar NII yang kini tengah marak di berbagai media massa menimbulkan keprihatinan tersendiri bagi seluruh masyarakat Indonesia.  Terutama di kalangan civitas akademika kampus, sebab sebagian besar mahasiswa berbagai perguruan tinggi Indonesia disinyalir menjadi korban rekruitmen NII.  Mari kita telaah bersema pa sebenarnya yang membuat NII merambah Perguruan Tinggi. NII yang saat ini  menjadi topik pembicaraan masyarakat bukan DI/NII pimpinan Kartosuwiryo yang dulu dilumpuhkan pada era Orde Baru.   Melainkan NII yang berevolusi menjadi NII KW - 9 didalangi mantan intelejen Ali Moertopo, kemudian pada tahun 1997 semakin berkembang pesat sejak dipimpin Panji Gumilang, konon menjelma sebagai jaringan organisasi teroris yang radikal.
Melihat kenyataan tersebut timbul pertanyaan besar dibenak kita. Apakah setelah Mantan Presiden Soeharto lengser NII dibiarkan tumbuh subur oleh pemimpin negeri ini? Sungguh permasalahan yang sangat konyol. Badan Intelejen Negara (BIN) yang dibiayai dari uang rakyat tidak tahu menahu akan aktifitas NII?? Padahal intelejen adalah aparat keamanan yang seharusnya paling mengerti betul tentang keberadaan ormas, organisasi ,atau perkumpulan yang kiranya dicurigai dan memicu timbulnya pergerakan yang akan mengacaukan kedaulatan NKRI.
Intelejen bahkan tak segan – segan mengecek ke grass root masyarakat (misalnya ke lingkungan kampus) untuk sekedar mengecek aktifitas organisasi ekstra kampus saat menjelang aksi demonstrasi.  Dalam dunia penelusuran, para intelejen memiliki list data organisasi dan ormas yang dihimpun bersama Dinas Kesbangpolinmas dan POLRI. Seharusnya pekerjan ekstra rahasia intelejen dijadikan sebagai pedoman Departemen Ketahanan dan HAM, untuk melakukan langkah antispasi organisasi seperti NII.
Kampus yang seharusnya menjadi kawah candradimuka kaum penerus bangsa, sekarang disisipi NII KW – 9 untuk menjadi sarang pelebaran sayap organisasinya.  Dengan berkedok doktrin agama Islam NII sukses menghipnotis kaula muda untuk menjadi anggotanya, atau yang kini dikenal dengan modus recruitment “cuci otak”.  Orang tua mahasiswa pun dibuat panik dengan perubahan drastis buah hatinya yang dahulunya lemah lembut tiba-tiba menjadi kasar dan agresif.  Media massa juga melansir beberapa orang tua melaporkan ke Polisi karena putra-putrinya diduga dibawa kabur oleh NII.
Para perekrutnya juga jeli melihat peluang korban yang akan disasar. Pertama mereka cenderung mengincar mahasiswa angkatn baru yang masih awam terhadap dunia kampus, karena mahasiswa baru bersifat labil dan punya hasrat tinggi mengenal sesuatu baru yang beraroma aktifitas kampus.  Kedua, hal ini diperparah oleh doktrin NII yang berkedok Islam. Maka akan memunculkan statement dibenak korban bahwa organisasi yang mereka ikuti adalah benar karena berlandaskan Al Qur’an dan hadist.
Selain unggul dalam membentuk jaringan yang rapi dan solid. Disadari atau tidak sebenarnya kita yang berada di masyarakatlah yang juga memberi celah lowong bagi NII untuk bebas melancarkan aksinya.  Dari lingkup terkecil di Keluarga misalnya, para orang tua seakan memberikan kelonggaran pengawasan terhadap Putra-Putrinya yang beranjak dewasa (remaja). Mungkin dikarenakan anak remaja dianggap sudah mampu mengatur dirinya sendiri. Agaknya anggapan ini mulai kita tepis.  Sebab lost control akan memberi keleluasaan predator NII untuk memperdaya Putra-Putri kesayangan Bapak dan Ibu.
Kemudian di lingkungan kampus, yang notabene adalah ranah pendidikan formal. Sudah hal yang umum pengawasan birokrat kampus terhadap organisasi intra dan ekstra kampusnya cenderung terbatas. Terutama organ ekstra kampus yang riwayatnya terpinggirkan akibat Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi Kampus (NKK – BKK) dimasa Soeharto sekitar tahun 90an. Padahal melihat bentuknya, organ kampus akan menjadi senjata ampuh NII untuk menyuburkan pengaruh jahatnya.  Kurikulum PT (Perguruan Tinggi) tidak mengarsip aktifitas mahasiswanya kedalam Mata Kuliah,  seandainya dicantumkan sebagai Mata Kuliah akan memudahkan monitoring kampus terhadap kegiatan dan aktifitas mahasiswanya.
Dengan melihat kenyataan yang ada dibutuhkan kerjasama seluruh elemen masyarakat untuk melawan sihir NII KW – 9. Caranya adalah dengan memberikan kesadaran penuh bagi para orang tua agar tidak mengendurkan perhatian dan kasih sayang terhadap Putra-Putrinya. Peran serta birokrat kampus melalui komunikasi intensif dengan organisasi intra dan ekstra kampus dapat menjadi benteng kokoh PT menangkal gerilya rekritmen NII.

Penulis adalah :
Adhi Kurniawan, Mahasiswa Diploma III Komunikasi FISIP Undip angkatan 2008. Saat ini menjabat sebagai Presiden BEM FISIP Undip Periode 2010/2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar